Pimpinan Ranting Gerakan Pemuda Ansor Candiroto menegaskan komitmennya dalam menjaga dan mengamalkan aqidah Islam berdasarkan ajaran Ahlussunnah wal Jama'ah.
Aqidah Keimanan dalam Perspektif Ajaran Ahlussunah wal Jama'ah
Nahdlatul Ulama (NU) merupakan organisasi keagamaan terbesar di Indonesia yang berpegang teguh pada ajaran Islam Ahlussunnah wal Jama'ah (Aswaja). Dalam ranah aqidah, NU mengikuti manhaj (metode) teologis yang dirintis oleh Imam Abu Hasan al-Asy’ari dan Imam Abu Mansur al-Maturidi. Keduanya dikenal sebagai pembela aqidah Islam yang memadukan dalil naqli (wahyu) dan aqli (rasionalitas). Pendekatan ini menjadikan aqidah NU bersifat moderat, terbuka terhadap dialog intelektual, namun tetap kokoh dalam prinsip.
Nahdlatul Ulama (NU) merupakan organisasi keagamaan terbesar di Indonesia yang berpegang teguh pada ajaran Islam Ahlussunnah wal Jama'ah (Aswaja). Dalam ranah aqidah, NU mengikuti manhaj (metode) teologis yang dirintis oleh Imam Abu Hasan al-Asy’ari dan Imam Abu Mansur al-Maturidi. Keduanya dikenal sebagai pembela aqidah Islam yang memadukan dalil naqli (wahyu) dan aqli (rasionalitas). Pendekatan ini menjadikan aqidah NU bersifat moderat, terbuka terhadap dialog intelektual, namun tetap kokoh dalam prinsip.
Imam Abu Hasan al-Asy’ari, yang awalnya seorang pengikut pemikiran Mu’tazilah, kemudian beralih dan mendirikan sistem teologi Ahlussunnah wal Jama’ah setelah menyadari kekeliruan metode rasional murni dalam memahami sifat-sifat Allah. Ia menegaskan bahwa sifat-sifat Allah harus diimani tanpa menyerupakan (tasybih) dan tanpa menafikan (ta’thil), sebuah pendekatan yang dikenal dengan "tafwidh" dan "ta’wil". Pemikiran ini sangat mempengaruhi landasan aqidah NU, khususnya dalam memahami ayat-ayat mutasyabihat.
Selain al-Asy’ari, Imam Abu Mansur al-Maturidi dari Samarkand juga menjadi rujukan utama. Meskipun memiliki pendekatan yang sedikit berbeda dari al-Asy’ari, keduanya sepakat dalam prinsip-prinsip dasar aqidah Islam. Maturidi menekankan pentingnya akal dalam membuktikan eksistensi Tuhan dan memahami konsep keadilan-Nya, namun tetap dalam koridor wahyu. Dalam konteks NU, kedua pemikiran ini tidak dipertentangkan, tetapi saling melengkapi dalam membentuk corak aqidah yang seimbang antara nash dan rasio.
Ulama Nusantara yang menjadi rujukan dalam penguatan aqidah Aswaja di lingkungan NU antara lain Hadratussyekh KH. Hasyim Asy’ari, pendiri NU yang menulis Risalah Ahlussunnah wal Jama’ah sebagai penegasan komitmen NU terhadap ajaran aqidah Asy’ariyah dan Maturidiyah. Selain itu, KH. Wahab Hasbullah, KH. Bisri Syansuri, dan KH. Maimoen Zubair juga dikenal sebagai penguat nilai-nilai aqidah melalui pesantren, pengajian kitab kuning, dan dakwah kultural.
Ciri khas aqidah NU terletak pada penghargaan terhadap otoritas keilmuan klasik, keterbukaan terhadap perbedaan pandangan selama berada dalam koridor Aswaja, serta penerimaan terhadap budaya lokal selama tidak bertentangan dengan syariat. Hal ini tercermin dalam sikap NU yang tidak mudah mengkafirkan kelompok lain, lebih mengedepankan dakwah dengan hikmah, serta menjadikan Islam sebagai rahmat bagi seluruh alam.
Dengan demikian, aqidah keimanan bukan sekadar doktrin teologis, tetapi merupakan fondasi spiritual dan intelektual yang membentuk karakter moderat umat Islam Indonesia. Melalui penguatan aqidah Asy’ariyah-Maturidiyah dan keteladanan ulama-ulama pesantren, NU terus menjaga kesinambungan Islam yang ramah, toleran, dan rahmatan lil ‘alamin.